Minggu, 29 Juli 2012

PERBANDINGAN HUKUM EKONOMI SYARIAH DAN EKONOMI KAPITALIS

          
BAB   I
PENDAHULUAN
Membandingkan dua paham (ism) merupakan hal yang sangat sulit karena masing-masing ruang lingkup masing-masing dan ruang lingkup itu luas. Paham kapitalisme, memang pertama munculnya memang di takdirkan cacat, menurut Adam Smith yang merupakan cikal bakal munculnya ekonomi kapitalis, secara individu misalnya pemilikan barang secara individual, ekonomi negara menurut kapitalis yaitu teori pasal murni  paham ini bahwa pemerintah tidak boleh mengetahui yang di sebut invisible hadn dianggap memadai untuk mengatur perekonomian dengan hasil memuaskan semua orang, jika setiap orang dibiarkan mengejar kepentingan masing-masing maka tanpa disadari keinginan setiap orang terpenuhi dengan sendirinya dan akan tercapai kesejahteraan umum, yaitu adanya tangan yang mengatur perekonomian tanpa campur tangan pemerintah.
Diramalkan oleh Karl Marx bahwa kapitalis akan runtuh dengan adanya perlawanan buruh terhadap perusahaan besar sehingga tidak ada  kepemilikan individu yaitu pemilikan secara kolektif atau berubah sosialis (komuis) ternyata kebalik apa yang diramalkan Karl Marx ternyata kapitalisme berubah bentuk melahirkan metabolisme yang akan mengancam dunia, akan menimbulkan demografi, menghambat  perkembangan suatu negara karena modal pertama, penguasa barang secara individual, ataupun perusahaan, maka akan melahirkan imperialisme karena imperialisme tidak cocok dengan masa sekarang maka muncul penjajahan baru yang disebut neoliberalisme dimana 80% kekayaan dunia di kuasai oleh perusahaan besar yang selalu mengintrofened suatu negara yang dikuasainya karena terlilit utang.
Ekonomi syariah merupakan ekonomi ilahia  yang berdasarkan prinsip-prinsip ketuhana yang landasannya Al-Qur’an dan hadits, walaupun kepemilikan individu tetap di akui tadi itu sepanjang tidak kepentingan orang lain dan bersifat pengabdian inilah merupakan solusi untuk menghadapi sistem ekonomi kapitalis yang telah membelenggu kota, dengan mengakui ekonomi syariah karena ketika suatu ideologi ingin diruntuhkan maka karena juga di lawan dengan ideologis.

BAB  II
PERBANDINGAN EKONOMI SYARIAH DAN EKONOMI KAPITALIS

A.        EKONOMI SYARIAH
Ekonomi Syari’ah merupakan ekonomi yang menyatukan antara kehidupan akhirat dan kehidupan dunia lain dengan ekonomi konfensional (kapitalis) yaitu sekuler memisahkan antara kehidupan dunia dan akhirat urusan dunia adalah urusan dunia dan urusan akhirat adalah urusan akhirat. Konsep Islam tentang kehidupan merupakan kombinasi dari dua dimensi yang hanya dapat dibedakan tapi tidak dapat dipisahkan.
Dimensi pertama adalah ibadah, sesuatu yang paripurna sekaligus merupakan sasaran akhir yang begitu ideal dan mulia,  sedangkan dimensi kedua adalah muamalah, tidak lebih dari pada sarana menuju sasaran akhir tersebut.
Namun demikian, antara sasaran akhir (kehidupan ukhrawi) dan sarana antara (kehidupan duniawi) secara substansial tidak saling melebihi, melainkan dua sisi yang antara (kehidupan duniawi) seimbang dan saling melengkapi. Kesuksesan dan kebahagiaan yang bakal id capai akhirat, prasyarat, harus dibangun ketika masih di dunia, sementara kondisi  kehidupan dunia yang memenuhi persyaratan ukhrawi dibangun berdasarkan konsep ibadah muamalah.
Mula dasar ekonomi Syari’ah yang merupakan landasan bahwa dunia dan akhirat tidak terpisahkan sehingga dalam berekonomi berlandaskan apa yang telah digariskan Allah swt dan nabi Muhammad, dan para mujtahid, dalam ekonomi Islam ada nalar, asas yang terkandung di dalamnya yang membedakan dengan ekonomi kapitalisme.

1)      Nilai Ilahiah (ketuhanan)
Nilai ini berangkat dari filosofi dasar yang bersumber dari Allah, tujuannya pun untuk mencari keridhaan Allah (limardhotilllah), sementara dalam prosesnya juga senantiasa dalam kerangka syariatNya. Kegiatan ekonomi yang meliputi permodalan, proses produksi, distribusi, kosumsi, dan penukaran harus senantiasa dikaitkan dengan nilai-nilai ilahiah dan selaras dengan tujuan ilahiah pula.
Esensi dasar yang terkandung dalam kegiatan ekonomi tidak terlepas dari nilai ibadah dalam makna yang luas. Seseorang yang menjalankan usaha sebagai implementasi perintah Tuhan untuk memanfaatkan dan memakmurkan dunia adalah manifestasi khalifah dan tidak terlepas dari nilai ibadah. Dikarenakan sasaran akhirnya ialah menunaikan perintah dengan mengejar keridhaanNya.
Penyembahan yang mencakup pengertian khusus, seperti shalat, puasa, haji, sedekah dan seterusnya serta segala aktivitas positif dalam kehidupan, juga akan bernilai ibadah sepanjang hal itu diniatkan atau semata-mata diperuntukkan kepada Allah  swt sebaliknya, apabila diperuntukkan selain kepada Allah, maka perbuatan tersebut menjadi sia-sia.
Nilai ilahiah selanjutnya mengejewantahkan menjadi asas/prinsip dalam wujud sistem akidah (keyakinan) Islam. Sistem keyakinan ini diabstraksikan dalam aktivitas kehidupan, termasuk dalam kegiatan ekonomi yang melahirkan sejumlah prinsip dasar, yaitu sebagai berikut :
Beriman kepada Allah yang maha tinggi yang menciptakan, menyempurnakan, memberi hidayah, dan memberi Rahmat Manusia tidak hanya dimaknakan secara biologis yang tersusun dari tulang belulang yang dibalut  dengan daging, urat dan darah. Akan tetapi, ia dilengkapi dengan sistem ruhiah (kerohanian) yang bernilai tinggi sehingga akan menyandang status khalifah di dunia.
Manusia hanya diharuskan mengabdi kepada Allah swt. Allah memberikan perhatian khusus kepada manusia dengan tidak membiarkannya dalam kesia-siaan, kebingungan, dan tanpa hidayah. Melainkan Allah mengutus rasul sebagai pembawa keterangan dan hidayah, penuntun ke jalan yang benar, dan pembawa keselamatan.
Orientasi kehidupan tidak hanya terarah kepada kesenangan dan pemuasan nafsu belaka, melainkan hidup ini diarahkan kepada pengabdian dan penyembahan kepada Allah swt.
Kematian bukanlah akhir dari segalanya, melainkan hanya sebagai proses perpindahan alam menuju tahapan baru yang lebih hakiki.
Demikianlah abstraksi nilai-nilai ilahiah yang mengejewantahkan kedalam sistem keyakinan Islam yang menempatkan posisi Tuhan sebagai sentrum/pusat dari segala-galanya. Pada akhirnya, melahirkan pola penyadaran dalam diri manusia yang tunduk dan berada di bawah kendali kemahakuasaan-Nya.

2)      Nilai Khuluqiyah (akhlak)
Nilai akhlak memiliki keterkaitan erat dengan kegiatan ekonomi sedangkan pertimbangan ekonomi tidak boleh mengabaikan nilai akhlak. Dengan menempatkan akhlak sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari kegiatan ekonomi merupakan ciri pembeda dengan sejumlah sistem ekonomi yang ada yang cenderung menempatkan moral di bawah kepentingan ekonomi.
Implementasi akhlak dalam kegiatan ekonomi akan menampilkan profil yang merupakan representasi nilai-nilai humanisme, etika, dan estetika. Dengan dorongan kesadaran jiwa, pelaku ekonomi senantiasa menyadari bahwa dalam proses produksi, distribusi dan konsumsi, tetap mengacu pada kepantasan dan tidak melampaui batas. Standar Syari’ah selalu mewarnai pola perilakunya, mengalahkan peran nafsu yang selalu mengarahkan kepada keserakahan, menghalalkan segala cara, dan mengabaikan hak-hak dan kepentingan orang  lain karena didominasi kepentingan itu sendiri.
Nilai akhlak ini senantiasa berhadapan dengan kecenderungan nafsu, dimana dalam proses ekonomilah yang paling rentang dengan kecenderungan nafsu tersebut. Cobaan-cobaan dan iming-iming keuntungan material selalu muncul setiap saat. Nilai akhlak yang selalu berpasangan dengan nafsu (lawwamah) juga bekerja bersama-sama dengan karakter bebas manusia untuk menampilkan pola sikap yang sesuai Syari’ah. Karakter tersebut harus terus-menerus diasah dan dikuatkan, agar nafsu itu tidak kembali mendominasi. Dengan demikian, pemunculan nilai akhlak dalam kegiatan ekonomi bukanlah sesuatu yang otomatis, melainkan sebuah perjuangan yang terus menerus dilakukan karena merupakan bagian dari pertarungan antara yang hak dengan yang batil.

3)      Nilai Insaniyah (kemanusiaan)
Antara nilai kemanusiaan dengan nilai ilahiah dalam kenyataannya sering dipertentangkan. Dalam pelaksanaan beberapa mazhab ekonomi, kedua nilai itu bukannya saling berhubungan, melainkan saling mereduksi.
Hal-hal yang bersifat transcendental dianggapnya hanya membuang-buang waktu untuk memikirkan nilai yang tidak bernilai ekonomi itu. Namun dalam pandangan ekonomi Syari’ah, hal itu tidak memiliki dasar pembenaran karena kehadiran yang satu ditentukan oleh kehadiran yang lainnya, manusia pun tidak berdaya tanpa memberikan kewenangan dalam kehidupannya yang asasi itu.
Nilai insaniyah merupakan  bagian dari nilai ilahiah yang telah memuliakan dan mengangkat manusia sebagai khalifah di bumi. Tujuan dengan dan orientasi ilahiah merupakan bagian yang fundamental dalam fitrah kemanusiaan. Berdasarkan pada nas-nas ilahiah, manusia akan mendapatkan arahan (mukhatabah), berusaha memahami, menafsirkan dan menyimpulkan hukum dengan melakukan analogi (kias ) dari nas-nas tersebut. Selanjutnya, manusia pun  mengusahakan aplikasi nas-nas itu dalam realitas kehidupan dan berusaha mentransformsikan dari tataran pemikiran (wacana) ke tataran aplikasi.
Oleh karena itu, manusia dalam kerangka ekonomi merupakan sasaran dan sarana. Tujuan dan sasaran utama Islam adalah merealisasikan “ hayaatan tayyibatan “ dalam kehidupan manusia beserta segenap unsur penduduknya.

4)      Nilai Tawazun (keseimbangan/pertengahan)
Dari sejumlah nilai yang diusung dalam ekonomi Syari’ah, nilai pertengahan atau keseimbangan merupakan yang terpenting, bahkan nilai ini dalam kenyataannya merupakan ‘ruh’ dari ekonomi Islam. Posisi nilai keseimbangan dalam ekonomi Syari’ah bagaikan manusia yang hidup karena adanya ruh yang melekat dalam jasadnya. Posisi ruh sangat istimewa dan menunjukkan kemuliaan yang tinggi.
Demikian pula dalam pandangan komunisme yang mematikan individu dengan sistem sentralismenya. Pribadi-pribadi bagaikan robot  yang tergantung pad remote-nya, dimana tidak menunjukkan adanya nilai keseimbangan di dalamnya. Pengkultusan komunalisme sebagai inti paham komunistik semakin tidak menunjukkan nilai representasi keseimbangan yang memposisikan manusia sebagaimana layaknya yang memiliki martabat dan kecenderungan bebas dalam berikhtiar.
Dalam pandangan  ruh kapitalisme dan komunisme, tampak begitu tidak berimbang, tidak proporsional, bahkan tampak begitu eksploitatif dan mengabaikan nilai-nilai kemanusiaan serta nilai-nilai ilahiah. Nilai keseimbangan jauh dari praktiknya.

B.           EKONOMI KAPITALISME
Kapitalisme  adalah suatu perkataan yang sering dipakai tapi jarang diberikan batasan yang tepat  untuk sementara biarlah kapitalisme diberikan batasan sebagai suatu sistem ekonomi dimana kekayaan produktif terutama dimiliki secara pribadi dan produksi terutama dilakukan untuk penjualan. Perekonomian barat yang maju juga memiliki sektor yang dimiliki oleh negara baik kecil maupun besar; ini dinamakan perekonomian campuran.
Tujuan pemilikan pribadi adalah untuk mendapatkan suatu keuntungan yang lumayan dari penggunaan kekayaan produktif. Ini sangat jelas dan motif mencari keuntungan, bersama-sama  dengan lembaga warisan dan dipupuk oleh hukum perjanjian, merupakan mesin kapitalisme yang besar; memang merupakan pendorong ekonomi yang besar dalam sejarah sampai saat ini.
Tapi ada apa yang secara sosial dapat diterima dengan cara mencari laba dalam satu zaman, tidak selalu sama dalam zaman yang berikutnya. Hukum dan kebiasaan berubah. Dalam abad keenam belas dipandang sangat wajar untuk membajak di laut lepas harga miliki negara lain. abad berikutnya menyaksikan perdagangan budak dan perbudakan dalam ukuran yang luar biasa. Dan sekitar setengah abad yang lalu, banyak usaha di negeri ini dilakukan tanpa memperhatikan orang banyak, pekerja, penanam modal dan sumber alam yang sekarang akan dianggap tidak legal. Pengenaan batasan sosial-baik normal maupun hukum pada pencarian keuntungan tidak perlu berarti suatu kemunduran kapitalisme dalam jangka panjang.
Sebaliknya, dengan menyesuaikan diri pada batas-batas mencari keuntungan pada ukuran-ukuran humanisme dan keadilan, dan dengan mengambil berbagai tindakan kesejahteraan sosial, kapitalisme cenderung memperoleh penerimaan umum di negeri-negeri yang telah lama menganutnya.
1)         Kapitalisme yang masih muda
Pada masa permulaannya kapitalisme, segi semangat yang sering mendapatkan penekanan adalah semangat usaha, berani mengambil resiko, persaingan dan keinginan untuk mengadakan inovasi. Tata nilai yang memadai kapitalisme (terutama di negara Anglo Saxon) adalah individualisme, kemajuan material dan kebebasan politik. Para penulis seperti Weber dan Sombart menekan rasionalitas sebagai suatu sikap yang membedakan kapitalisme dengan abad sebelumnya. Dengan ‘rasionalitas’ mereka maksudkan penempatan alat untuk mencapai tujuan, terutama tujuan yang berbentuk keuntungan keuangan, menilai alternatif dengan teliti, membuat catatan yang baik, segi negatifnya, merombak tradisi.
Pertumbuhan kapitalisme dan terutama industrialisasi oleh kapitalis, juga berarti melahirkan kelas pekerja yang besar di negara yang lebih maju. Sering berdasarkan di daerah yang kotor di  kota-kota industri yang baru berkembang, jam kerja yang lama dengan upah yang rendah dan dalam keadaan yang menyedihkan dan tidak sehat, kehilangan lembaga pengatur yang terdapat di desa asalnya, dan untuk selama beberapa dekade  disisihkan sama sekali dari proses politik-pekerja di Eropa tak dapat diabaikan untuk keberhasilan kapitalisme dan juga merupakan persoalan sosial dan politik yang paling besar selama tingkat permulaan kapitalisme industri ini. Untuk mereka dan diantara mereka, diilhami oleh pemikiran intelektual, muncul ideologi dan gerakan politik yang radikal, terutama sosialisme, untuk menantang susunan kapitalisme.
2)         Kapitalisme masa kini
Prospek kapitalisme kelihatan tidak begitu cerah seluruhnya  segera sesudah berakhirnya perang dunia kedua. Memang benar bahwa kapitalisme yang telah memungkinkan kemajuan yang mengagumkan dalam produktivitas dan kemakmuran material dalam abad ke sembilan belas dan dekade permulaan abad kedua puluh. Tapi kapitalisme juga dikaitkan dalam  pikiran banyak orang dengan perang yang mengerikan, konjungtur yang memuncak dengan depresi dunia dalam tahun tiga puluhan, peradaban pendapatan yang menyolok, kolonialisme dan banyak ketegangan sosial. Bagi komunisme, tujuannya hanya dapat dicapai melalui revolusi dan perang, yang dipercepat oleh ketidakmampuan kapitalisme untuk mengatasi persoalannya sendiri. Pertumbuhan kekuatan Rusia sesudah perang, pengambil alihan kekuasaan di Eropa Timur, Tiongkok dan munculnya partai komunis yang besar di beberapa negara Barat (terutama di Italia dan Prancis) membuat prognosis yang sukar diramalkan. Sosialis demokrat di negara barat yang  ingin mengganti kapitalisme secara damai melalui kotak suara dan dirangsang oleh kemenangan partai buruh di Inggris dalam tahun 1945. orang lain yang tidak revolusioner dan radikal, seperti misalnya Joseph Schipemeter di Harvard, telah meramalkan suatu kemunduran semangat yang berjalan lambat tapi pasti pada perusahaan raksasa kapitalis dan sebagai akibat peralihan yang sedikit demi sedikit kapitalisme menjadi sosialisme.
Keadaan ternyata tidak berjalan demikian. Dalam dua dekade sesudah perang dunia kedua, kapitalisme tidak hanya membuktikan kemampuan untuk bertahan tapi disamping itu menunjukkan dinamisme dan kemampuan yang lebih besar dari sebelumnya, baik di negara industri yang telah maju maupun di sejumlah negara yang kurang maju.
Pada beberapa negara terutama Jerman Barat Italia, Australia Prancis dan disamping semua itu Jepang- pertumbuhan produksi dan kenaikan tingkat konsumsi rata-rata telah berjalan dengan kecepatan yang mencengangkan. Pada saat yang sama fluktuasi usaha dan pengangguran telah dapat ditekan menjadi minimal di negara kapitalis yang maju (walaupun di Amerika serikat dan Kanada  tidak berhasil di negara lain.


BAB III
P E N U T U P

Benang merah yang dapat  ditarik jadi perbandingan ekonomi Syari’ah dan ekonomi kapitalis sangat jelas perbedaan dan hampir paham dari kedua aliran ekonomi Syari’ah dan kapitalis sangat berseberangan yaitu : Ekonomi Syari’ah mengakui kepemilikan pribadi dalam batas-batas tertentu,  sedangkan kapitalis menempatkan individu kepentingan pribadi di atas segala-galanya.
Ruh kebebasan dalam ekonomi kapitalis mencakup hampir segala galanya dalam ekonomi Syari’ah kebebasan itu ada batasnya ketika merugikan kepentingan orang lain.
Di luar dirinya merupakan pesaing yang berbahaya dan harus dikalahkan dengan strategis bagaimanapun bentuknya menurut ekonomi kapitalis tadi dalam Islam kekuatan penggerak utama ekonomis Islam adalah kerja sama.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar

silahkan beri komentar atau like...masukan dan sarannya yang sifatx membangun sangat kami harapkan...