PENDAHULUAN
Membandingkan dua paham (ism) merupakan
hal yang sangat sulit karena masing-masing ruang lingkup masing-masing dan
ruang lingkup itu luas. Paham kapitalisme, memang pertama munculnya memang di
takdirkan cacat, menurut Adam Smith yang merupakan cikal bakal munculnya
ekonomi kapitalis, secara individu misalnya pemilikan barang secara individual,
ekonomi negara menurut kapitalis yaitu teori pasal murni paham ini bahwa
pemerintah tidak boleh mengetahui yang di sebut invisible hadn dianggap memadai
untuk mengatur perekonomian dengan hasil memuaskan semua orang, jika setiap
orang dibiarkan mengejar kepentingan masing-masing maka tanpa disadari
keinginan setiap orang terpenuhi dengan sendirinya dan akan tercapai
kesejahteraan umum, yaitu adanya tangan yang mengatur perekonomian tanpa campur
tangan pemerintah.
Diramalkan oleh Karl Marx bahwa
kapitalis akan runtuh dengan adanya perlawanan buruh terhadap perusahaan besar
sehingga tidak ada kepemilikan individu yaitu pemilikan secara kolektif
atau berubah sosialis (komuis) ternyata kebalik apa yang diramalkan Karl Marx
ternyata kapitalisme berubah bentuk melahirkan metabolisme yang akan mengancam
dunia, akan menimbulkan demografi, menghambat perkembangan suatu negara
karena modal pertama, penguasa barang secara individual, ataupun perusahaan,
maka akan melahirkan imperialisme karena imperialisme tidak cocok dengan masa
sekarang maka muncul penjajahan baru yang disebut neoliberalisme dimana 80%
kekayaan dunia di kuasai oleh perusahaan besar yang selalu mengintrofened suatu
negara yang dikuasainya karena terlilit utang.
Ekonomi syariah merupakan ekonomi
ilahia yang berdasarkan prinsip-prinsip ketuhana yang landasannya
Al-Qur’an dan hadits, walaupun kepemilikan individu tetap di akui tadi itu
sepanjang tidak kepentingan orang lain dan bersifat pengabdian inilah merupakan
solusi untuk menghadapi sistem ekonomi kapitalis yang telah membelenggu kota,
dengan mengakui ekonomi syariah karena ketika suatu ideologi ingin diruntuhkan
maka karena juga di lawan dengan ideologis.
BAB II
PERBANDINGAN
EKONOMI SYARIAH DAN EKONOMI KAPITALIS
A.
EKONOMI
SYARIAH
Ekonomi
Syari’ah merupakan ekonomi yang menyatukan antara kehidupan akhirat dan
kehidupan dunia lain dengan ekonomi konfensional (kapitalis) yaitu sekuler
memisahkan antara kehidupan dunia dan akhirat urusan dunia adalah urusan dunia
dan urusan akhirat adalah urusan akhirat. Konsep Islam tentang kehidupan
merupakan kombinasi dari dua dimensi yang hanya dapat dibedakan tapi tidak
dapat dipisahkan.
Dimensi
pertama adalah ibadah, sesuatu yang paripurna sekaligus merupakan sasaran akhir
yang begitu ideal dan mulia, sedangkan dimensi kedua adalah muamalah,
tidak lebih dari pada sarana menuju sasaran akhir tersebut.
Namun
demikian, antara sasaran akhir (kehidupan ukhrawi) dan sarana antara (kehidupan
duniawi) secara substansial tidak saling melebihi, melainkan dua sisi yang
antara (kehidupan duniawi) seimbang dan saling melengkapi. Kesuksesan dan
kebahagiaan yang bakal id capai akhirat, prasyarat, harus dibangun ketika masih
di dunia, sementara kondisi kehidupan dunia yang memenuhi persyaratan
ukhrawi dibangun berdasarkan konsep ibadah muamalah.
Mula
dasar ekonomi Syari’ah yang merupakan landasan bahwa dunia dan akhirat tidak
terpisahkan sehingga dalam berekonomi berlandaskan apa yang telah digariskan
Allah swt dan nabi Muhammad, dan para mujtahid, dalam ekonomi Islam ada nalar,
asas yang terkandung di dalamnya yang membedakan dengan ekonomi kapitalisme.
1) Nilai
Ilahiah (ketuhanan)
Nilai
ini berangkat dari filosofi dasar yang bersumber dari Allah, tujuannya pun
untuk mencari keridhaan Allah (limardhotilllah), sementara dalam prosesnya juga
senantiasa dalam kerangka syariatNya. Kegiatan ekonomi yang meliputi
permodalan, proses produksi, distribusi, kosumsi, dan penukaran harus
senantiasa dikaitkan dengan nilai-nilai ilahiah dan selaras dengan tujuan
ilahiah pula.
Esensi
dasar yang terkandung dalam kegiatan ekonomi tidak terlepas dari nilai ibadah
dalam makna yang luas. Seseorang yang menjalankan usaha sebagai implementasi
perintah Tuhan untuk memanfaatkan dan memakmurkan dunia adalah manifestasi
khalifah dan tidak terlepas dari nilai ibadah. Dikarenakan sasaran akhirnya
ialah menunaikan perintah dengan mengejar keridhaanNya.
Penyembahan
yang mencakup pengertian khusus, seperti shalat, puasa, haji, sedekah dan
seterusnya serta segala aktivitas positif dalam kehidupan, juga akan bernilai
ibadah sepanjang hal itu diniatkan atau semata-mata diperuntukkan kepada
Allah swt sebaliknya, apabila diperuntukkan selain kepada Allah, maka
perbuatan tersebut menjadi sia-sia.
Nilai
ilahiah selanjutnya mengejewantahkan menjadi asas/prinsip dalam wujud sistem
akidah (keyakinan) Islam. Sistem keyakinan ini diabstraksikan dalam aktivitas
kehidupan, termasuk dalam kegiatan ekonomi yang melahirkan sejumlah prinsip
dasar, yaitu sebagai berikut :
Beriman
kepada Allah yang maha tinggi yang menciptakan, menyempurnakan, memberi
hidayah, dan memberi Rahmat Manusia tidak hanya dimaknakan secara biologis yang
tersusun dari tulang belulang yang dibalut dengan daging, urat dan darah.
Akan tetapi, ia dilengkapi dengan sistem ruhiah (kerohanian) yang bernilai
tinggi sehingga akan menyandang status khalifah di dunia.
Manusia
hanya diharuskan mengabdi kepada Allah swt. Allah memberikan perhatian khusus
kepada manusia dengan tidak membiarkannya dalam kesia-siaan, kebingungan, dan
tanpa hidayah. Melainkan Allah mengutus rasul sebagai pembawa keterangan dan
hidayah, penuntun ke jalan yang benar, dan pembawa keselamatan.
Orientasi
kehidupan tidak hanya terarah kepada kesenangan dan pemuasan nafsu belaka,
melainkan hidup ini diarahkan kepada pengabdian dan penyembahan kepada Allah
swt.
Kematian
bukanlah akhir dari segalanya, melainkan hanya sebagai proses perpindahan alam
menuju tahapan baru yang lebih hakiki.
Demikianlah
abstraksi nilai-nilai ilahiah yang mengejewantahkan kedalam sistem keyakinan
Islam yang menempatkan posisi Tuhan sebagai sentrum/pusat dari segala-galanya.
Pada akhirnya, melahirkan pola penyadaran dalam diri manusia yang tunduk dan
berada di bawah kendali kemahakuasaan-Nya.
2) Nilai
Khuluqiyah (akhlak)
Nilai
akhlak memiliki keterkaitan erat dengan kegiatan ekonomi sedangkan pertimbangan
ekonomi tidak boleh mengabaikan nilai akhlak. Dengan menempatkan akhlak sebagai
bagian yang tidak terpisahkan dari kegiatan ekonomi merupakan ciri pembeda
dengan sejumlah sistem ekonomi yang ada yang cenderung menempatkan moral di
bawah kepentingan ekonomi.
Implementasi
akhlak dalam kegiatan ekonomi akan menampilkan profil yang merupakan
representasi nilai-nilai humanisme, etika, dan estetika. Dengan dorongan
kesadaran jiwa, pelaku ekonomi senantiasa menyadari bahwa dalam proses
produksi, distribusi dan konsumsi, tetap mengacu pada kepantasan dan tidak
melampaui batas. Standar Syari’ah selalu mewarnai pola perilakunya, mengalahkan
peran nafsu yang selalu mengarahkan kepada keserakahan, menghalalkan segala cara,
dan mengabaikan hak-hak dan kepentingan orang lain karena didominasi
kepentingan itu sendiri.
Nilai
akhlak ini senantiasa berhadapan dengan kecenderungan nafsu, dimana dalam
proses ekonomilah yang paling rentang dengan kecenderungan nafsu tersebut.
Cobaan-cobaan dan iming-iming keuntungan material selalu muncul setiap saat.
Nilai akhlak yang selalu berpasangan dengan nafsu (lawwamah) juga bekerja
bersama-sama dengan karakter bebas manusia untuk menampilkan pola sikap yang
sesuai Syari’ah. Karakter tersebut harus terus-menerus diasah dan dikuatkan,
agar nafsu itu tidak kembali mendominasi. Dengan demikian, pemunculan nilai
akhlak dalam kegiatan ekonomi bukanlah sesuatu yang otomatis, melainkan sebuah
perjuangan yang terus menerus dilakukan karena merupakan bagian dari
pertarungan antara yang hak dengan yang batil.
3) Nilai
Insaniyah (kemanusiaan)
Antara
nilai kemanusiaan dengan nilai ilahiah dalam kenyataannya sering
dipertentangkan. Dalam pelaksanaan beberapa mazhab ekonomi, kedua nilai itu
bukannya saling berhubungan, melainkan saling mereduksi.
Hal-hal
yang bersifat transcendental dianggapnya hanya membuang-buang waktu untuk
memikirkan nilai yang tidak bernilai ekonomi itu. Namun dalam pandangan ekonomi
Syari’ah, hal itu tidak memiliki dasar pembenaran karena kehadiran yang satu
ditentukan oleh kehadiran yang lainnya, manusia pun tidak berdaya tanpa
memberikan kewenangan dalam kehidupannya yang asasi itu.
Nilai
insaniyah merupakan
bagian dari nilai ilahiah yang telah memuliakan dan mengangkat manusia sebagai
khalifah di bumi. Tujuan dengan dan orientasi ilahiah merupakan bagian yang
fundamental dalam fitrah kemanusiaan. Berdasarkan pada nas-nas ilahiah, manusia
akan mendapatkan arahan (mukhatabah),
berusaha memahami, menafsirkan dan menyimpulkan hukum dengan melakukan analogi
(kias ) dari nas-nas tersebut. Selanjutnya, manusia pun mengusahakan aplikasi
nas-nas itu dalam realitas kehidupan dan berusaha mentransformsikan dari
tataran pemikiran (wacana) ke tataran aplikasi.
Oleh
karena itu, manusia dalam kerangka ekonomi merupakan sasaran dan sarana. Tujuan
dan sasaran utama Islam adalah merealisasikan “ hayaatan tayyibatan “ dalam kehidupan manusia beserta segenap
unsur penduduknya.
4) Nilai
Tawazun (keseimbangan/pertengahan)
Dari
sejumlah nilai yang diusung dalam ekonomi Syari’ah, nilai pertengahan atau
keseimbangan merupakan yang terpenting, bahkan nilai ini dalam kenyataannya
merupakan ‘ruh’ dari ekonomi Islam. Posisi nilai keseimbangan dalam ekonomi
Syari’ah bagaikan manusia yang hidup karena adanya ruh yang melekat dalam
jasadnya. Posisi ruh sangat istimewa dan menunjukkan kemuliaan yang tinggi.
Demikian
pula dalam pandangan komunisme yang mematikan individu dengan sistem
sentralismenya. Pribadi-pribadi bagaikan robot yang tergantung pad
remote-nya, dimana tidak menunjukkan adanya nilai keseimbangan di dalamnya.
Pengkultusan komunalisme sebagai inti paham komunistik semakin tidak
menunjukkan nilai representasi keseimbangan yang memposisikan manusia
sebagaimana layaknya yang memiliki martabat dan kecenderungan bebas dalam
berikhtiar.
Dalam
pandangan ruh kapitalisme dan komunisme, tampak begitu tidak berimbang,
tidak proporsional, bahkan tampak begitu eksploitatif dan mengabaikan
nilai-nilai kemanusiaan serta nilai-nilai ilahiah. Nilai keseimbangan jauh dari
praktiknya.
B. EKONOMI
KAPITALISME
Kapitalisme adalah suatu perkataan
yang sering dipakai tapi jarang diberikan batasan yang tepat untuk
sementara biarlah kapitalisme diberikan batasan sebagai suatu sistem ekonomi
dimana kekayaan produktif terutama dimiliki secara pribadi dan produksi
terutama dilakukan untuk penjualan. Perekonomian barat yang maju juga memiliki
sektor yang dimiliki oleh negara baik kecil maupun besar; ini dinamakan
perekonomian campuran.
Tujuan pemilikan pribadi adalah untuk
mendapatkan suatu keuntungan yang lumayan dari penggunaan kekayaan produktif.
Ini sangat jelas dan motif mencari keuntungan, bersama-sama dengan
lembaga warisan dan dipupuk oleh hukum perjanjian, merupakan mesin kapitalisme
yang besar; memang merupakan pendorong ekonomi yang besar dalam sejarah sampai
saat ini.
Tapi ada apa yang secara sosial dapat
diterima dengan cara mencari laba dalam satu zaman, tidak selalu sama dalam
zaman yang berikutnya. Hukum dan kebiasaan berubah. Dalam abad keenam belas
dipandang sangat wajar untuk membajak di laut lepas harga miliki negara lain.
abad berikutnya menyaksikan perdagangan budak dan perbudakan dalam ukuran yang
luar biasa. Dan sekitar setengah abad yang lalu, banyak usaha di negeri ini
dilakukan tanpa memperhatikan orang banyak, pekerja, penanam modal dan sumber
alam yang sekarang akan dianggap tidak legal. Pengenaan batasan sosial-baik
normal maupun hukum pada pencarian keuntungan tidak perlu berarti suatu
kemunduran kapitalisme dalam jangka panjang.
Sebaliknya, dengan menyesuaikan diri
pada batas-batas mencari keuntungan pada ukuran-ukuran humanisme dan keadilan,
dan dengan mengambil berbagai tindakan kesejahteraan sosial, kapitalisme
cenderung memperoleh penerimaan umum di negeri-negeri yang telah lama
menganutnya.
1)
Kapitalisme yang masih muda
Pada
masa permulaannya kapitalisme, segi semangat yang sering mendapatkan penekanan
adalah semangat usaha, berani mengambil resiko, persaingan dan keinginan untuk
mengadakan inovasi. Tata nilai yang memadai kapitalisme (terutama di negara
Anglo Saxon) adalah individualisme, kemajuan material dan kebebasan politik.
Para penulis seperti Weber dan Sombart menekan rasionalitas sebagai suatu sikap
yang membedakan kapitalisme dengan abad sebelumnya. Dengan ‘rasionalitas’
mereka maksudkan penempatan alat untuk mencapai tujuan, terutama tujuan yang
berbentuk keuntungan keuangan, menilai alternatif dengan teliti, membuat
catatan yang baik, segi negatifnya, merombak tradisi.
Pertumbuhan
kapitalisme dan terutama industrialisasi oleh kapitalis, juga berarti
melahirkan kelas pekerja yang besar di negara yang lebih maju. Sering
berdasarkan di daerah yang kotor di kota-kota industri yang baru
berkembang, jam kerja yang lama dengan upah yang rendah dan dalam keadaan yang
menyedihkan dan tidak sehat, kehilangan lembaga pengatur yang terdapat di desa
asalnya, dan untuk selama beberapa dekade disisihkan sama sekali dari
proses politik-pekerja di Eropa tak dapat diabaikan untuk keberhasilan
kapitalisme dan juga merupakan persoalan sosial dan politik yang paling besar
selama tingkat permulaan kapitalisme industri ini. Untuk mereka dan diantara
mereka, diilhami oleh pemikiran intelektual, muncul ideologi dan gerakan
politik yang radikal, terutama sosialisme, untuk menantang susunan kapitalisme.
2)
Kapitalisme masa kini
Prospek
kapitalisme kelihatan tidak begitu cerah seluruhnya segera sesudah
berakhirnya perang dunia kedua. Memang benar bahwa kapitalisme yang telah
memungkinkan kemajuan yang mengagumkan dalam produktivitas dan kemakmuran
material dalam abad ke sembilan belas dan dekade permulaan abad kedua puluh.
Tapi kapitalisme juga dikaitkan dalam pikiran banyak orang dengan perang
yang mengerikan, konjungtur yang memuncak dengan depresi dunia dalam tahun tiga
puluhan, peradaban pendapatan yang menyolok, kolonialisme dan banyak ketegangan
sosial. Bagi komunisme, tujuannya hanya dapat dicapai melalui revolusi dan
perang, yang dipercepat oleh ketidakmampuan kapitalisme untuk mengatasi
persoalannya sendiri. Pertumbuhan kekuatan Rusia sesudah perang, pengambil
alihan kekuasaan di Eropa Timur, Tiongkok dan munculnya partai komunis yang
besar di beberapa negara Barat (terutama di Italia dan Prancis) membuat
prognosis yang sukar diramalkan. Sosialis demokrat di negara barat yang
ingin mengganti kapitalisme secara damai melalui kotak suara dan dirangsang
oleh kemenangan partai buruh di Inggris dalam tahun 1945. orang lain yang tidak
revolusioner dan radikal, seperti misalnya Joseph Schipemeter di Harvard, telah
meramalkan suatu kemunduran semangat yang berjalan lambat tapi pasti pada
perusahaan raksasa kapitalis dan sebagai akibat peralihan yang sedikit demi
sedikit kapitalisme menjadi sosialisme.
Keadaan
ternyata tidak berjalan demikian. Dalam dua dekade sesudah perang dunia kedua,
kapitalisme tidak hanya membuktikan kemampuan untuk bertahan tapi disamping itu
menunjukkan dinamisme dan kemampuan yang lebih besar dari sebelumnya, baik di
negara industri yang telah maju maupun di sejumlah negara yang kurang maju.
Pada
beberapa negara terutama Jerman Barat Italia, Australia Prancis dan disamping
semua itu Jepang- pertumbuhan produksi dan kenaikan tingkat konsumsi rata-rata
telah berjalan dengan kecepatan yang mencengangkan. Pada saat yang sama
fluktuasi usaha dan pengangguran telah dapat ditekan menjadi minimal di negara
kapitalis yang maju (walaupun di Amerika serikat dan Kanada tidak
berhasil di negara lain.
BAB III
P E N U T U P
Benang
merah yang dapat ditarik jadi perbandingan ekonomi Syari’ah dan ekonomi
kapitalis sangat jelas perbedaan dan hampir paham dari kedua aliran ekonomi
Syari’ah dan kapitalis sangat berseberangan yaitu : Ekonomi Syari’ah mengakui
kepemilikan pribadi dalam batas-batas tertentu, sedangkan kapitalis
menempatkan individu kepentingan pribadi di atas segala-galanya.
Ruh
kebebasan dalam ekonomi kapitalis mencakup hampir segala galanya dalam ekonomi
Syari’ah kebebasan itu ada batasnya ketika merugikan kepentingan orang lain.
Di
luar dirinya merupakan pesaing yang berbahaya dan harus dikalahkan dengan
strategis bagaimanapun bentuknya menurut ekonomi kapitalis tadi dalam Islam
kekuatan penggerak utama ekonomis Islam adalah kerja sama.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
silahkan beri komentar atau like...masukan dan sarannya yang sifatx membangun sangat kami harapkan...